WELCOME TO MY BLOG

Sabtu, 19 Desember 2009

Selasa, 01 Desember 2009

my short story

Menunggu

Lima tahun berjalan begitu cepat. Tak terasa telah lama aku menunggunya disini. Selalu disini dan selalu dia. Meskipun lelah menunggu tapi aku yakin akan bertemu. Meski itu mungkin hanya 1%. Aku selalu memantapkan diri bahwa yang bisa mengisi hariku hanya dia seorang. Aku selalu menunggu selama itu, sampai- sampai aku tak mau terlibat cinta yang lain yang bisa ,menghancurkan perasaan yang selalu kupendam sampai saat ini. Tapi ada satu yang aku sesali sampai hari ini. Mengapa aku tak pernah berani mengatakan yang sejujurnya saat dia ada disini. Aku selalu takut sampai akhirnya hanya harapan kosong yang ada gara-gara kebodohanku ini. Padahal waktu itu ada kesempatan aku mengatakan yang sejujurnya. Tapi....ah.. sudahlah mungkin itu jalan yang ditakdirkan tuhan padaku.
Deg...deg.... jantungku berdetak. Aku tak tau kenapa jantungku berdetak begitu keras. Saat ini aku sedang ada di tempat fotocopy. Ada tugas yang harus aku copy, ada 15 lembar tepatnya. “ huft, sangat menjengkelkan” kataku dalam hati. Aku tak mengerti kenapa perasaanku tiba-tiba terasa hangat sangat nyaman. Aku tak pernah merasakan perasaan seperti ini lagi. Ini sama seperti apa yang kurasakan dulu. Saat aku melihat sekita. Aku terpana sesaat. Ini mimpikah atau nyata. Orang yang selama ini kutunggu, orang yang selama ini selalu kuinginkan untuk bertemu. Sekarang dia ada diseberang dari tempat aku berdiri. Aku rasanya ingin pingsan. Sudah lima tahun berlalu dan akhirnya, akhirnya aku bertemu. “ dek, ini fotocopynya udah selesai. Semuanya 1500 rupiah.” “dek...dek!!” “ yah....maaf pak tadi berapa?” kataku dengan nada sdikit malu. “ 1500” jawab bapak yang jengkel gara- gara perkataannya tak digubris. “ ini uangnya. Terima kasih.” Kataku sambil meninggalkan tempat fotocopy. Bapak itu tersenyum dan mengatakan “sama-sama”. Aku berjalan menuju kearahnya. Aku tak kuat untuk menumpu kepalaku. Rasa-rasanya kepalaku diberi beban 1 ton. Aku hanya menunduk sambil berjalan ke arahnya. Aku takut. Aku takut untuk melihat wajahnya. Aku...aku tetap tidak bisa meskipun itu sudah 5 tahun. Tapi tetap saja aku tak berani mendekat. “huh” aku menghela nafas lega karna berhasil melewatinya. Mungkinkah dia menyadari bahwa itu aku..entahlah. kenapa aku selalu berbuat bodoh. Kenapa aku selalu saja begini. Kenapa aku selalu tak berani untuk menunjukkan perasaanku. Kenapa???
Sampai dirumah, aku masih tersenyum sendiri. Entah mengapa setiap aku bertemu dengannya, aku selalu saja merasa senang. Entah darimana perasaan itu berasal. Sesedih apapun aku, saat melihatnya semuanya berubah. Apakah aku ini termasuk wanita yang bodoh. Selalu saja malu untuk mengungkapkan perasaan. Aku ingin seperti sahabatku yang selalu berani mengungkapkan perasaannya. Sampai- sampai sudah keberapa dia menggaet para lelaki. Ingin rasanya seperti dia. Dia selalu bilang padaku, “ udahlah ngapain sih kamu selalu mkirin orang yang enggak jeas kayak dia. Didunia ini masih banyak cowok. Jadi ngapain nungguin yang enggak pasti. Tita, aku kasih tau ya. Kalau kamu kayak gini terus bisa- bisa kamu jadi perawan tua. Udah buang aja rasa sukamu itu. Kamu nyadar enggak sih, kamu udah buang waktumu selama 5 tahun dengan peruma. Nikmati masa muda selagi kamu bisa.” Apa iya kalau aku selalu menunggunya, aku akan jadi perawan tua.....agrh.... kenapa jadi kepikiran kayak gini sih. “heh, ngapain kamu. Daritadi melamun terus senyam-senyum kayak orang gila. Ada apa sih? Lagi jatuh cinta y?”..”enggak kok.” Bantahku. “ udah cerita aja sama kakak. Ayo dong cerita.” “kak, aku bilang ya. Aku enggak lagi jatuh cinta. Paham?” jawabku membantah tudingan kakakku. “ah..pasti kamu bohong. Ya udah deh kalau enggak mau cerita. Lagian aku juga lagi enggak mood dengerin cerita orang.” Kata kakakku dengan pasang muka cemberut. “ terserah” tanggapku dengan nada masa bodoh.
“ hoam..... capek banget nih. Tadi malam begadang. Gara-gara keasyikan nonton drama.”aku beranjak dari kamar tidurku. Aku melihat jam. Aku terkejut ternyata sudah hampir setengah tujuh. “ aduh, mati aku. Telat kesekolah nih.” Aku cepat- cepat mengambil seragam dan secepat kilat mandi. Setelah selesai persiapan, aku turun kebawah ingin sarapa. “ loh kok pada belum bangun. Apa jamnya salah?” tanyaku dalam hati. Aku mengecek jam pada handphoneku. “bener kok” aku menuju kamar ibu. Tapi ibu enggak ada. Aku mencari keluar, ternyata ibu sedang belanja sayur didepan rumah. “bu, aku kok enggak dibangunin. Terus sarapannya mana? Aku dah telat nih bu.” Ibuku dan tukang sayur hanya tertegun melihatku. Aku jadi risih. Aku melihat dari ujung kakiku sampai ungung rambutku di jendela rumah, tapi tidak ada yang aneh. Terus kenapa mereka bengong begitu. “ibu...ada apa sih? Kok ngelihat anaknya kayak gitu. Mas(si tukang sayur) ini juaga, kenapa ngelihatnya kayak ngelihat hantu ja. Emang ada apa sih? Perasaannya enggak ada yang salah.” Tanyaku dengan lugu. “ mbak, mbaknya lagi ngimpi ya. Bangun mbak. Bangun.” Ha? Aneh banget tu tukang sayur. Orang udah bangun dikatain masih tidur. “ mas ini juga udah bangun. Enggak liat udah cantik wangi gini dibilang masih tidur.?” Elakku. Apa-apaan sih. Sebenarnya ada apa ini. “ kamu lagi sakit y? Kok pakai seragam? Ada apa disekolah?” tanya ibu dengan nada khawatir. “ loh ibu kok tanyanya gitu. Hari inikan sekolah bu, ibu enggak inget kalau hari ini itu hari aku sekolah.” Bantahku. “ ha? Ibu baru tahu kamu sekolah 7 kali dalam seminggu.” Ibu berkata sambil tertawa kecil. “ha? 7 kali. Ibu gimana sih, perasaan sekolah tu dari hari senin samapi sabtu.” “yah memang, kalau sekolah dari hari senin sampai sabtu. Lah terus hari ini hari apa?” tanya ibu dengan sedikit tawa. “ hari ini?” aku menggunakan nada bertanya. Aku mengambil hpku dan aku liat tanggal berapa sekarang. Setelah itu aku melihat kalender di ruang tamu. Aku mencocokkan tanggaldan ternyata. “ astaga! Kenapa aku error begini. Pantesan tadi bu sama mas-mas penjual sayur itu ketawa. Ternyata hari ini minggu to. Aduh....” aku malu rasanya. Percuma dong tadi cepet-cepet mandi. Ibu lewat didepanku sambil tertawa keras. Aduh malunua aku.